Mahkamah Konstitusi (MK) Menolak Gugatan Terhadap Sistem Pemilu Proporsional Terbuka: Pemilu 2024 Tetap Menggunakan Sistem yang Ada

Mahkamah Konstitusi (MK)

JAKARTA, PIJARMALINAU.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan terkait gugatan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Putusan tersebut, yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman pada Kamis (15/6/2023), menolak permohonan gugatan terkait sistem Pemilu dan menyatakan bahwa Pemilu 2024 tetap akan menggunakan sistem proporsional terbuka.

Bacaan Lainnya

Dalam amar putusannya, Ketua MK Anwar Usman menyatakan, “Berdasarkan UUD RI 1945 dan seterusnya, amar putusan mengadili, dalam profesi menolak permohonan profesi para pemohon, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.”

Dengan demikian, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa pada Pemilu 2024, pemilih memiliki kebebasan langsung untuk memilih calon legislatif (caleg) yang diinginkan agar dapat menjadi anggota dewan.

Gugatan terhadap sistem Pemilu ini diajukan sebelumnya oleh beberapa pihak, antara lain Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Gugatan ini telah diajukan sejak November 2022 dan teregistrasi dengan nomor 114/PPU-XX/2022.

Dalam gugatannya, para pemohon mempersoalkan sejumlah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal-pasal yang digugat antara lain Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Para pemohon menginginkan penerapan sistem coblos partai atau proporsional tertutup. Mereka berpendapat bahwa sistem pemilu terbuka memiliki distorsi terhadap peran partai politik dan mengabaikannya.

Dalam sistem tersebut, calon legislatif yang terpilih adalah mereka yang mendapatkan suara terbanyak, bukan ditentukan oleh partai politik. Para pemohon juga menilai bahwa sistem ini memunculkan persaingan yang tidak sehat, di mana popularitas dan kekuatan finansial cenderung menjadi faktor penentu dalam pemilihan anggota legislatif.

Sebagai informasi tambahan, Indonesia sebenarnya telah menerapkan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2004.

Putusan MK ini mempertahankan sistem tersebut untuk Pemilu 2024, meskipun mendapat gugatan dari beberapa pihak yang menginginkan perubahan. Dengan demikian, sistem pemilu proporsional terbuka akan tetap berlaku dalam proses pemilihan calon legislatif pada Pemilu mendatang. (md)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *